Selasa, 22 September 2015

Maman, Aku Sangat Cinta Padamu

Maman, Aku Sangat Cinta Padamu - Karena menuruti ayahku yang sakit-sakitan dan aku tak mau menyakiti hatinya, aku menuruti saja ketika ayahku menjodohkan aku dengan seorang pemuda yang bernama Maman. Tidak lama kemudian aku pun menikah dengan pemuda pilihan ayahku itu tanpa didasari rasa cinta, dan beberapa bulan kemudian setelah kami menikah, ayahku tercinta meninggal dunia.

Sebelum meninggal dunia, ayahku pernah berkata padaku, "Nak, aku tahu kamu pasti merasa terpaksa menikah dengan Maman karena menuruti kemauanku, tapi suatu saat nanti kamu akan mengerti apa yang sebenarnya kamu cari dari seorang laki-laki.."

Karena aku mempunyai wajah yang cantik dan dari keluarga yang cukup mampu, sebenarnya banyak pemuda-pemuda kaya berpenampilan menarik yang mengejar aku. Mungkin sudah puluhan kali aku gonta-ganti pacar sebelum aku menikah dengan Maman.

Diusia perkawinanku yang ke-8 tahun, untuk urusan antar jemput anakku yang pertama ke sekolah aku mempunyai keinginan mempunyai sebuah sepeda motor matic, sedangkan dirumah hanya ada 1 buah sepeda motor yang biasanya dipakai suamiku untuk berangkat bekerja. Sebenarnya apabila aku minta kepada pihak keluargaku, sudah barang tentu seketika itu juga langsung di belikan. Tapi itu semua tidak di perbolehkan oleh suamiku. Akhirnya suamiku yang mengalah, sepeda motor miliknya di serahkan padaku dan dia rela kalau berangkat kerja hanya naik sepeda kayuh, padahal tempat dia bekerja jaraknya jauh (dan dia rela pergi kerja pagi-pagi sekali, biar tidak terlambat).

Sebenarnya dalam hati ini yang terdalam tentang kehidupan pernikahanku dengan Maman, aku sudah cukup merasa bahagia karena suamiku adalah laki-laki yang baik. Dalam urusan ekonomi, Maman selalu menyerahkan seluruh gajinya sebagai guru Sekolah Dasar (disini terkadang aku merasa kasihan padanya, meski hanya untuk membeli sebungkus rokok, dia tahan-tahan karena seluruh uangnya aku yang pegang), sedangkan dalam urusan ranjang, Oh! Mantap! Dan dalam urusan yang lain-lain.

Tapi entah mengapa terkadang masih ada saja perasaan yang mengganjal, mungkin saja naluriku sebagai seorang wanita pada umumnya, yaitu tentang materi. Mungkin karena teman-temanku waktu muda dulu sekarang banyak yang mendapatkan suami orang kaya, kemana-mana pada naik mobil bagus, penampilan para suami mereka menarik (tidak seperti suamiku Maman, berpenampilan hanya apa adanya) yang membuat hati ini risau yang di karenakan apabila tidak menuruti kemauan ayahku, bisa saja dengan mudah aku pilih di antara sekian pemuda yang mengejar aku yang paling menarik dan paling kaya untuk menjadi suamiku.

Suamiku Maman adalah tipe seorang pria pendiam dan rumahan, maksudnya apabila pulang dari kerja dia selalu ada dirumah untuk bantu-bantu pekerjaan rumah, semisal mencuci baju (ini di lakukannya semenjak pengantin baru, katanya biar tanganku yang halus tidak rusak). Tapi suatu hari suamiku pulang malam, dan aku bertanya kepadanya mengapa pulang malam. Dan dia pun menjawab, "Dik, sepulang mengajar aku sekarang kerja sampingan ditempat lain, dan aku mohon dengan sangat, kamu jangan bertanya aku kerja di mana..? Sampai aku memberitahukannya padamu.."

Meski aku desak bertanya, Maman selalu diam. Dan aku pun sudah tidak bertanya lagi, karena aku tahu Maman adalah seorang laki-laki yang berpendirian teguh, sekali dia tidak mau mengatakannya, ya sampai kapan pun dia tidak akan mengatakannya.

Sebulan sudah berlalu suamiku selalu pulang malam dan sempat aku berpikir kalau jangan-jangan suamiku sebenarnya punya wanita idaman lain, akan tetapi tanda-tanda yang mengarah kesana tidak ada, karena tiap pulang malam di matanya masih terlihat sama seperti biasanya, maksudnya dalam pandangan matanya yang masih terlihat seperti berkata, "Dik, aku pulang! Dan aku cinta kamu, yang! Dan kamulah satu-satunya wanita di dalam hidupku..!"

Dan selang waktu 3 bulan kemudian, salah seorang teman wanitaku menelepon dan mengatakan kalau dia melihat suamiku menjadi seorang tukang parkir kendaraan disuatu apotek besar yang terletak dipinggiran kota kecil kami. Singkat kata, aku mengajak temanku untuk melihat dari dekat dengan naik mobil temanku yang kaca mobilnya berwarna gelap untuk melihat kesana.

Setelah sampai ditujuan, kemudian mobil kami parkirkan di apotek itu untuk melihat dari dekat suamiku yang sedang bekerja sebagai tukang parkir (suamiku tidak kenal dengan temanku). Dan temanku pun lalu berkata, "Itu suamimu, khan.?" Akupun mengangguk. Kemudian temanku berkata lagi, "Dulu waktu kita muda, banyak sekali pemuda kaya yang suka padamu, mengapa nasibmu sekarang begini..? Punya suami seorang tukang parkir..! Padahal si Anu sekarang sudah punya rumah mewah dan mobilnya 3, atau si Anu yang sekarang jadi Bos disuatu perusahaan, atau........"

Sudah tidak terdengar lagi ocehan temanku menyebut para mantan pacarku yang aku campakkan dulu (rata-rata mereka semua pada mengejar tubuhku), karena entah mengapa melihat suamiku yang sedang bekerja didepan mata menjadi seorang tukang parkir hatiku menjadi sangat terharu dan dan dalam hati ini menangis pilu.

Sebenarnya aku ingin teriak kepada temanku yang berada disampingku yang selalu merendahkan suamiku tapi karena alasan tertentu aku tahan-tahan cuma dalam hati ini.

Meski cuma dalam hati, sebenarnya aku ingin berkata kepada temanku, "Lihat teman! Laki-laki yang sedang bekerja sebagai tukang parkir itu memang suamiku, tapi dia rela mengerjakan itu semua untukku demi memenuhi keinginanku hanya untuk memiliki sebuah sepeda motor matic.."

Setelah aku tahu yang sebenarnya maka aku putuskan untuk merahasiakan kepada suamiku. Selang beberapa bulan kemudian sambil senyum-senyum sepulang dari mengajar suamiku berkata, "Dik, sekarang aku sudah tidak kerja sampingan lagi, dan besok sepulang kerja aku punya kejutan untukmu.."

Kemudian keesokan harinya sepulang dari kerja mengajar dengan wajah berbinar dan senyum yang manis sekali sambil menggenggam tanganku Maman suamiku berkata, "Ayo, dik! Aku ajak keluar sebentar. Aku punya kejutan untukmu.." Aku menurut saja, meski dalam hati aku sudah bisa menebak mau diajak kemana.

Setelah sampai tujuan, ternyata dugaanku benar yaitu kami pergi ke sebuah dealer sepeda motor. Kemudian aku disuruh memilih, lalu suamiku pun berkata, "Ini loh, dik! Warnanya putih, terlihat keren bila kamu yang menaiki, atau ini loh, dik! Yang warnanya merah terlihat manis bila kamu yang mengendarai, atau ini loh, dik! Yang warnanya hitam, terlihat....."

Dengan raut wajah yang sulit aku rangkai dengan kalimat, Maman suamiku menyarankan warna yang menurutnya semua cocok buatku. Dalam situasi ini aku hanya bisa tersenyum bahagia bercampur pilu melihat wajah suamiku. Kemudian setelah aku pilih salah satu kami pun pulang kerumah.

Malam harinya ketika kami mau beranjak tidur suamiku berkata, ".....Dik, maafkan aku ya! Sebenarnya selama ini aku bekerja sebagai tukang parkir di apotek sana, aku tidak mengatakan padamu karena aku takut kamu marah atau malu......." Mendengar itu semua, kemudian suamiku aku peluk erat-erat sambil berkata dalam hati, "Terimakasih ayah, karena telah menjodohkanku dengan Maman."

Karena pernikahan kami dulu melalui perjodohan maka tidak pernah terucap kata cinta dalam kehidupan kami, tapi malam itu setelah suamiku tertidur (aku tidak perduli suamiku mendengar apa tidak) aku bisikkan ke telinganya dengan sepenuh hati, "Mas Maman, aku sangat cinta padamu.."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar